INSANTER-GEO II: “Ikhlas dalam Beribadah sebagai Rangka Meningkatkan Kualitas Keimanan”

Penulis: Muniba Kalimatul Ulya (2109776)

Editor: Graceldha Naoko Limartha (2008671)

Ahad, 28 Agustus 2022 merupakan hari diselenggarakannya Program Kerja dari Departemen Kerohanian BEM HMPG FPIPS UPI yaitu Pembinaan dan Pembiasaan Rohani Internal Geografi II (INSANTER-GEO II). Program ini berjalan sesuai dengan rencana, meskipun dilaksanakan secara daring menggunakan aplikasi zoom yang dihadiri oleh seluruh Peserta INSANTER-GEO II, yaitu mahasiswa jurusan Pendidikan Geografi yang beragama Islam. Tema yang diangkat pada acara INSANTER-GEO II ini yaitu “Ikhlas dalam Beribadah sebagai Rangka Meningkatkan Kualitas Keimanan”. Tema ini diambil untuk dapat membentuk karakter dan memotivasi mahasiswa Pendidikan Geografi, khususnya para peserta INSANTER-GEO II agar menumbuhkan ketakwaan kepada Allah SWT sehingga terbiasa beribadah dalam kehidupan sehari-harinya.

INSANTER-GEO II dimulai pada pukul 15.45 WIB yang dibawakan oleh Haikal Ahmad Tamimi sebagai Master of Ceremony acara ini. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Alquran oleh Muniba Kalimatul Ulya serta penyambutan kepada para peserta oleh Penanggung Jawab Program INSANTER-GEO II yaitu Vina Vadilah, dilanjutkan sambutan dari Ketua BEM HMPG FPIPS UPI yaitu Hafshah Apriliyan dan sambutan yang terakhir dari Bapak Riki Ridwana, S.Pd., M.Sc sebagai Dosen Pembimbing Kemahasiswaan. Kemudian dilanjutkan pada acara inti, yakni sesi pematerian yang dibawakan oleh Ustadz Sapria Muhamad Abdullah sebagai Pemateri acara ini.

Doc. Penulis

Pada INSANTER-GEO II ini, Pemateri memulai dengan menyatakan bahwa nikmat yang telah Allah beri berupa dikumpulkannya kita semua dalam acara ini tidak lain adalah bentuk kasih sayang Allah SWT. Oleh karena itu, kita patut bersyukur dengan cara beribadah kepada Allah SWT. Dalam Quran Surah Ibrahim ayat 14 Allah berjanji kepada hamba-hamba-Nya yang istiqomah dalam bersyukur kepada Allah SWT maka akan Allah tambah nikmat hamba-Nya itu.

Seringkali kita menemukan permasalah dalam beribadah. Contoh, ibadah salat saja dulu. “Sering shalat, tapi mengapa rezeki masih susah?”, “Sebelum dan sesudah salat hati tetap gelisah atau marah”, “Shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Namun, mengapa maksiat juga masih dilakukan?”. Seperti istilah yang sering kita temukan, STMJ (Shalat Terus, Maksiat Jalan). Lalu mengapa kita tak seperti para sahabat, para sholihin, dan para tabi’in yang justru menjadikan shalat sebagai hiburan mereka. Ketika gelisah, salat yang menjadi healing mereka. Namun sekarang, tak sedikit atau bahkan ada di antara kita yang mencari hiburan kepada yang lain selain salat.

Jawabannya adalah salat yang kita lakukan belum diterima oleh Allah SWT. Hal itu disebabkan kita yang masih kurang semangat mencari ilmu, kurang semangat mengaji, kita yang masih belum ikhlas dalam beribadah kepada Allah dan mengharapkan duniawi saja, kita yang tidak pernah atau jarang bertaubat memohon ampun kepada Allah SWT karena merasa tidak berdosa, merasa sudah berbakti kepada orang tua kita padahal di mata orang tua kita, kita belum menjadi anak yang berbakti, merasa sudah menjadi orang sholeh padahal dalam pandangan Allah SWT kita belum menjadi hamba-Nya yang sholeh.

Ikhlas merupakan sebuah akibat, bukan sebab. Salah satu ciri seseorang tidak ikhlas yaitu berbeda ibadah yang dilakukannya di depan dengan di belakang orang lain. Ia lebih mengharapkan pujian orang lain, pengakuan orang lain dibanding mendapat ridho Allah SWT. Ikhlas perlu adanya usaha, yaitu dengan riyadhoh atau pembiasaan beramal sholeh dan menghindari dari berbuat maksiat.

Penyebab lainnya kita belum merasakan nikmatnya shalat, yaitu ada pada rukun shalat. Dalam sebuah Kitab Safinnatun Najah, terdapat 17 rukun shalat. Tujuh belas rukun tersebut terbagi dalam tiga, 1 rukun qalbi, 5 rukun qauli, dan 11 rukun perbuatan. Diantara kesalahan dalam shalat  yang tak jarang, yaitu tidak mengeluarkan suara sama sekali sepanjang salat dan tidak menutup aurat sesuai yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Padahal hal tersebut merupakan penentu sah tidaknya shalat kita.

Oleh karena itu, mari perbaiki ibadah kita dan perbanyak riyadhoh agar tertanam ikhlas dalam hati kita. Landasi segala yang kita lakukan selama masih hidup dengan ilmu, ikhlas, dan senantiasa istiqomah bertaubat serta bersyukur kepada Allah SWT. Dan jauhi diri kita dari berbuat maksiat.

Setelah sesi pematerian selesai, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Terdapat dua orang penanya, yaitu Kak Sarah Setianingrum dan Kak Hasbul Wafi. Pada sesi ini, dapat diambil kesimpulan bahwa ibadah kepada orang tua kita juga sangatlah penting, maka berbaktilah kepada orang tua kita. Perbanyak juga berdoa kepada Allah SWT. Agar kita dan teman-teman kita dilembutkan hatinya oleh Allah SWT. Nasihati teman kita dengan hikmah, serta bersedekahlah dengan atas nama teman kita agar Allah memberi kebaikan tidak hanya pada kita, tetapi dengan teman kita juga.

Kemudian dilanjut sesi dzikir dan doa bersama yang dipimpin oleh Kak Mochammad Ihsan Rizkiansyah. Dan terakhir, yaitu sesi foto bersama.

Doc. Penulis