Membangun Kesadaran Ekologi dengan Mengenali Kerusakan Lingkungan Hidup di Jawa Barat

Membangun Kesadaran Ekologi dengan Mengenali Kerusakan Lingkungan Hidup di Jawa Barat

Penulis : El Syifa Putri (1900294)

Editor : Yesi Sopariah

Doc. Penulis

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah, termasuk Provinsi Jawa Barat yang memiliki segudang sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, diantaranya daratan, hutan, perairan, mineral, non-mineral, flora, fauna, lautan, perikanan, perikanan, udara, angin, dan matahari. Diantara keberagaman tersebut ada sumber daya alam yang dapat diperbaharui, sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, dan sumber daya alam yang tidak akan pernah habis. Sumber daya alam ini memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia.

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup dikatakan bahwa kualitas lingkungan ditentukan oleh apa yang berada di dalam dan di sekitarnya. Sebuah perilaku, pasti akan menghasilkan dampak baik dan buruk. Sebagaimana apa yang dilakukan oleh tangan-tangan manusia dalam menata serta mengelola sumber daya. Sehingga menyebabkan dampak baik maupun buruk terhadap lingkungan berupa kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan terjadi menjadi dua kategori, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam (bencana alam), dan kerusakan yang disebabkan oleh faktor manusia (bencana ekologi). Hal ini tidak terlepas dari permasalahan yang ada di wilayah Jawa Barat. Perkembangan wilayah dan populasi penduduk yang semakin meningkat menyebabkan wilayah Jawa Barat mendapat permasalahan lingkungan yang sangat serius.

Doc. Penulis

Poin pertama yang menjadi permasalahan lingkungan di Jawa Barat yaitu mengenai tata ruang. Kesalahan dalam pengelolaan tata ruang menyebabkan munculnya masalah dalam berbagai aspek, seperti pada aspek ekonomi, kesehatan, ekologi, kebencanaan, sosial budaya, infrastruktur kota, hingga konflik pemanfaatan ruang. Misalnya di Kota Bandung. Tentu tidak dipungkiri bahwa Kota Bandung merupakan sasaran tempat untuk berlibur karena terdapat sejumlah tempat wisata menarik dan bersejarah yang dapat dikunjungi.

Di saat pariwisata meningkat, secara otomatis pembangunan gencar dilakukan. Pemerintah kota dituntut untuk dapat menyusun rencana tata ruang yang sesuai dengan kondisi alam Bandung. Hal ini menjadi perhatian karena pada dasarnya Bandung merupakan cekungan. Jika tidak ditangani dengan baik hingga daya dukung dan daya tampung sudah kritis, maka kita akan semakin dekat dengan bencana alam dan bencana ekologis. Kesalahan tata ruang di Kota Bandung memiliki dampak jangka panjang dan dapat menyebabkan bencana ekologis seperti terjadinya banjir saat musim hujan, kekeringan yang terjadi pada musim kemarau karena berkurangnya kawasan serapan air dan drainase yang buruk, juga berkurangnya ruang terbuka hijau dan polusi udara yang apabila tidak segera dilakukan perbaikan tata ruang, maka dampaknya dapat dirasakan hingga ke masa yang akan datang.

Poin kedua yang menjadi masalah yaitu air dan pencemaran DAS, hal ini dibuktikan oleh data yang menunjukkan bahwa hanya baru sekitar 30% warga Kota Bandung yang mendapatkan pelayanan air bersih. Kemudian produksi air buangan yang semakin meningkat mengalir ke sungai-sungai. Hal ini diperburuk dengan kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota sudah berkurang sehingga air tidak dapat diikat oleh tanah dan akar tanaman. Poin ketiga adalah kehutanan. Hal ini menjadi masalah karena alih fungsi kawasan hutan tahun 2011 sekitar 95.000 Ha sekaligus melenyapkan 95.000 pohon. Poin keempat yaitu pertambangan pasir liar dan pasir besi yang turut menyumbang jumlah kerusakan di Jawa Barat.

Doc. Penulis

Poin terakhir, permasalahan dalam persampahan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa populasi yang meningkat akan dibersamai dengan jumlah produksi sampah yang juga meningkat. Hal ini dibuktikan dengan produksi sampah di kota Bandung yang mencapai 1.500 ton/ hari. Sampah tersebut berasal dari berbagai sektor, salah satunya adalah pasar. Kemudian hal ini diperburuk dengan situasi pandemi Covid-19. Kewajiban menggunakan masker serta alat medis lainnya menyebabkan sampah medis mulai meningkat dan bertumpuk dalam bom waktu yang entah kapan akan meledak.

Hal ini menjadi serius karena sampah medis perlu ditangani dengan penanganan khusus. Maka dari itu, diperlukan kesadaran untuk tidak hanya memperhatikan masalah membuang sampah pada tempatnya, tapi juga mengenai jenis sampah yang harus dibuang pada tempat sampah yang sesuai dengan jenisnya. Kemudian menjadi perhatian bagi para produsen suatu produk agar dapat memperhatikan sampah yang akan dihasilkan dari produk olahannya agar tidak menjadi masalah baru, dan jika bisa sebuah perusahaan menarik kembali sampah yang dihasilkan dari produknya tersebut untuk ditangani.

Untuk mengatasi melonjaknya sampah, maka pemerintah berencana memberikan solusi dengan membuka Tempat Pembuangan Akhir di Legok Nangka yang nantinya akan menjadi TPA bagi wilayah Bandung Raya, sebagian Sumedang dan Garut. Rencananya akan dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA). Namun, permasalahan tidak berhenti sampai di situ, karena akan masalah baru, yaitu polusi udara yang akan dihasilkan pembakaran sampah untuk PLTSA, dan tiping fee yaitu pemerintah yang harus membayar setiap kali sampah masuk ke TPA Legok Nangka sebesar 500 – 100 rupiah per ton. Hal ini tentu akan sangat merugikan baik untuk pemerintah maupun lingkungan.

Bencana ekologi ditandai dengan beberapa gejala umum seperti tidak adanya pilihan bertahan hidup, gagalnya alih fungsi ekosistem, menurunnya kualitas kehidupan, dan pada titik fatal dapat berujung dengan kematian. Krisis lingkungan dapat menyebabkan menurunnya produktivitas masyarakat, hilangnya sumber penghidupan masyarakat, konflik sosial, serta berakumulasi pada perubahan iklim. Pengelolaan lingkungan hidup yang tepat sangat dibutuhkan untuk menopang kebutuhan kehidupan generasi saat ini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk menopang kebutuhan kehidupan generasi yang akan datang, tersedia dan dapat diakses semua pihak dengan adil (keadilan ekologi).

Beberapa upaya untuk pemulihan lingkungan hidup yang dapat dilakukan yakni dengan mengadakan pendidikan lingkungan hidup sejak dini, menerapkan gaya hidup organis, menanam pohon untuk penghijauan, turut serta dan berperan aktif membersihkan menjaga sumber-sumber air, penghematan air (karena menurut forum air dunia diperkirakan pada tahun 2025 Jawa Barat akan mengalami krisis air bersih), mengampanyekan arti penting ekosistem hutan sebagai daya dukung lingkungan.

Meskipun kita tidak dapat menghindar dari suatu bencana, setidaknya kita dapat memineralisasi dampak dari bencana tersebut. Oleh karena itu lestarikan bumi kita karena bumi merupakan tempat terbaik untuk hidup.

Sumber : PPT Walhi Jabar