Penulis: Kelompok KKL 2 Desa Dieng Kulon
Editor: Graceldha Naoko Limartha
Kelompok 2 dan 5 Kuliah Kerja Lapangan II mendapatkan daerah kajian Dieng Kulon. Kami memetakan tujuh objek wisata yang akan dikaji yaitu Candi Arjuna, Candi Bima, Candi Dwarawati, Kawah Sikidang, Museum Kailasa, Savana Dieng, dan Telaga Balai Kembang. Adapun parameter yang akan kami kaji pada kegiatan kali ini ialah mengenai fasilitas dan aksesibilitas, sosial dan ekonomi masyarakat, daya dukung lingkungan, daya tarik wisata, bencana, dan pengelolaan sumberdaya wisata. Pada hari pertama, kami mendatangi Kantor Desa Dieng Kulon untuk mendapatkan data sekunder seputar kebencanaan, daya dukung wisata dan pengelolaan sumberdaya wisata. Setelah itu, kami mendatangi dua objek wisata yaitu Candi Arjuna dan Kawah Sikidang. Berikut hasil pengamatan observasi dan wawancara tiap instrumennya, yaitu:
A. Aksesibilitas dan Fasilitas
Dieng Kulon merupakan salah satu desa wisata di wilayah Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Lokasinya berbatasan dengan Desa Pranten Kabupaten Batang di sebelah utara, sebelah timur dan selatan berbatasan dengan Desa Dieng Wetan dan Sikunang Kabupaten Wonosobo, sebelah barat berbatasan dengan Desa Karang Tengah. Dieng Kulon memiliki luas kurang lebih 337.846 Ha dan didominasi oleh wilayah perbukitan yang sebelumnya merupakan Kawasan konservasi tetapi sekarang sudah diubah menjadi kebun kentang. Secara spesifik Desa Dieng Kulon berada di ketinggian 2093 mdpl.
Pada hari kedua Kuliah Kerja Lapangan di Desa Dieng Kulon ini kami memperbaiki instrumen dan parameter yang sudah dikerjakan pada hari sebelumnya. Kami melengkapi jalan mana saja yang belum kamu identifikasi. Dimulai pada Jalan Dieng kami mengobservasi jalan tersebut bagaimana kondisi jalannya, lebar jalannya, berapa banyak jumlah angkutan yang lewat pada jalan-jalan yang kami observasi. Pada hari ke 2 kuliah kerja lapangan ini kami menyusuri jalan dimulai dari jalan komp Arjuna sampai jalan menuju candi dwarawati, di sana kami menyusuri semua fasilitas yang ada yang dapat mendukung perkembangan objek wisata seperti homestay, toilet, lahan parkir, balai banjar dan lain-lain, selain itu kami juga mengamati kondisi jalan yang kami lalui, berdasarkan analisis kami jalan yang tergolong cukup memadai untuk akses menuju objek wisata adalah jl.Arjuna Barat yang mana kondisi jalannya baik dan lebar jalannya pun mumpuni untuk semua jenis kendaraan, untuk jalan yang memiliki kondisi kurang baik adalah jalan menuju candi dwarawati karena melewati jalanan komplek perumahan yang cukup sempit dan terjal selain itu pada saat kami melakukan pengamatan di sana sedang dilakukan perbaikan jalan oleh warga sehingga keadaan jalan cukup rusak. Fasilitas yang ada di sepanjang ruas jalan Desa Dieng Kulon ini juga sudah sangat memadai baik. Tetapi persebaran homestay yang kurang merata menyebabkan ada pemusatan pembangunan homestay di daerah objek wisata Candi Arjuna.
Aksesibilitas dan Fasilitas di Desa Dieng Kulon Terdapat beberapa akses jaringan jalan yang dapat digunakan menuju desa wisata yang terbilang banyak objek wisata, untuk nama nama jalannya yaitu Jl. Dieng, Jl. Arjuna Barat, Jl. Kawah Sikidang, Jl. Pondok Asri, Jl.Setapak, Jl. Komplek Arjuna, dan Jl. Dwarawati. Untuk aksesibilitas dari jalan jalan yang sudah disebutkan terdapat 3 parameter yakni Aksesibilitas Tinggi, Sedang dan rendah. Sedangkan untuk Fasilitas terdapat beberapa fasilitas yang cukup baik sampai buruk dalam pengelolaan objek wisata, Fasilitas yang disediakan seperti Toilet umum, Homestay, Lahan Parkir, Balai banjar (Tourism Center, Dsb.) Tempat pembuangan sampah, Jalan yang memadai, dan Pasar Tradisional. Namun untuk Pasar Tradisional terdapat pada 1 Kecamatan yaitu Pasar Batur yang bertempat di Desa Sumberejo, Sedangkan di Desa Dieng Kulon terdapat banyak sekali Pusat Oleh Oleh dikarenakan banyaknya Objek Wisata di Desa Tersebut.
Jalan yang terdapat pada Desa Dieng Kulon Memiliki Parameter dengan hasil yang berbeda beda kelasnya, Jl. Dieng dengan Kondisi Jalan Sangat Baik, Jl. Arjuna Barat dengan kondisi Jalan Sangat Baik, Jl. Pondok Sari dengan Kondisi Jalan Kurang Baik.
B. Daya Tarik Objek Wisata
Dari tujuh objek wisata, kelompok 2 baru mengkaji 3 objek wisata yaitu Candi Arjuna, Museum Kailasa dan Kawah Sikidang. Setelah dikaji, objek wisata Candi Arjuna termasuk ke dalam kategori objek wisata menarik. Termasuk ke dalam kategori objek wisata menarik karena Candi Arjuna ini memiliki pengelolaan dan pemandangan sekitar yang menambah keindahan candi. Seperti terdapat perbukitan, terasering, pepohonan yang rindang, taman dan taman bunga. Objek wisata kedua yaitu Museum Kailasa, museum ini termasuk ke dalam kategori objek wisata menarik. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan museum cukup baik, dimana artefak diletakkan secara tertata dan diberi deskripsi untuk mempermudah wisatawan mengetahui jenis artefaknya, sehingga nilai estetikanya semakin bertambah. Objek ketiga yaitu Kawah Sikidang kawah ini termasuk ke dalam kategori objek wisata menarik. Dikarenakan kawah tersebut terbentuk secara alamiah, selain itu kawasannya cukup luas. Dalam observasi dari tiga objek wisata yang telah dilakukan terdapat kendala seperti masih kurangnya pos pengawasan keselamatan. Sedangkan menurut kelompok kami, hal tersebut seharusnya diadakan mengingat bahwa keselamatan itu merupakan hal yang penting.
Pada hari pertama wawancara dengan wisatawan, kelompok 2 dan 5 telah mendapatkan 16 responden yang terbagi ke dalam dua objek wisata yaitu objek wisata Candi Arjuna dan objek wisata Kawah Sikidang. Pada objek wisata pertama yaitu Candi Arjuna mendapatkan 9 responden dan pada objek wisata kedua yaitu Kawah Sikidang mendapatkan 7 responden. Sebagian responden melakukan wisata dengan tujuan untuk bersenang-senang atau bersantai. Sebagian besar melakukan perjalanan dalam kelompok kecil yaitu antara 2-6 orang dan hanya sebagian kecil melakukan perjalanan dalam kelompok besar. Para wisatawan pun sebagian besar melakukan perencanaan terlebih dahulu sebelum melakukan wisata. Kebanyakan dari para wisatawan, perencanaan dilakukan oleh individu atau tidak melalui agen biro perjalanan.
Kendala pada saat melakukan wawancara yaitu pada saat berada di kawasan Candi Arjuna, terdapat beberapa wisatawan yang tidak bersedia untuk melakukan wawancara, hal tersebut dikarenakan waktu yang dimiliki oleh wisatawan tersebut terbatas. Kemudian, pada saat melakukan wawancara di objek wisata Kawah Sikidang, kendala yang dihadapi yaitu wisatawan yang berkunjung hanya sedikit, Hal tersebut terjadi karena pada saat itu cuaca tidak mendukung dan sedang turun hujan. Kendala selanjutnya yaitu pada saat mengunjungi Museum Kailasa tidak terdapat wisatawan, menurut pengelola setempat biasanya Museum Kailasa ramai dikunjungi oleh wisatawan pada saat weekend.
Objek wisata yang dikaji pada hari kedua yaitu Candi Bima, Candi Dwarawati dan Savana Dieng. Pada objek wisata pertama yaitu Candi Bima, candi ini termasuk ke dalam kategori daya tarik wisata yang menarik. Hal tersebut dikarenakan objek wisata ini berada di dataran tinggi, sehingga para wisatawan selain menikmati keindahan candi dapat menikmati juga keindahan lingkungan sekitar. Selain itu Candi Bima merupakan wisata yang bersifat religius, di mana candi tersebut masih digunakan untuk beribadah buktinya saat kami berkunjung terdapat dupa yang telah digunakan untuk beribadah. Namun selain itu, terdapat kekurangan dari Candi Bima yaitu pada objek wisata ini tidak ada petugas yang menjaga sehingga wisatawan merasa kebingungan pada saat mengunjungi wisata tersebut. Rekomendasi yang dapat kami sarankan yaitu dalam pengelolaannya lebih dikembangkan kembali agar lebih banyak wisatawan yang berkunjung.
Objek wisata kedua yaitu Candi Dwarawati. Candi ini termasuk ke dalam kategori daya tarik objek wisata yang menarik. Hal ini dikarenakan objek wisata ini memiliki pemandangan yang menarik seperti adanya perkebunan. Selain itu para wisatawan juga dapat melihat daerah yang berada di bawah candi tersebut. Namun, terdapat kekurangan dalam objek wisata ini yaitu tidak ada kegiatan wisata yang lain yang bisa dilakukan oleh para wisatawan selain hanya bisa menikmati keindahan candi. Selain itu, bangunan Candi Dwarawati tidak utuh sehingga kurang menarik untuk dilihat. Kekurangan lainnya yaitu tidak ada pengelola yang berada di objek wisata tersebut dan bahkan ketika kami berkunjung ke sana pagarnya dalam keadaan terkunci. Rekomendasi yang dapat kami sarankan yaitu sama seperti rekomendasi yang kami sarankan untuk Candi Bima, di mana dalam pengelolaannya lebih dikembangkan kembali agar lebih banyak wisatawan yang berkunjung.
Objek wisata ketiga yaitu Savana Dieng. Objek wisata ini termasuk ke dalam kategori daya tarik objek wisata yang menarik. Hal tersebut dikarenakan objek wisata ini memiliki pemandangan yang menakjubkan dan terdapat telaga yang menambah keindahan objek wisata tersebut. Namun disamping itu, ditemukan kekurangan dari objek wisata Savana Dieng yaitu objek wisata ini termasuk ke dalam cagar alam tetapi masih terdapat wisatawan yang berkunjung dan aturan yang telah ditetapkan oleh pihak cagar alam tidak dipatuhi oleh sebagian besar wisatawan. Selain itu, akses jalan menuju objek wisata tersebut tidak memadai, tidak ada petunjuk arah yang jelas, dan kurang terawatnya shelter yang ada. Rekomendasi yang dapat kami sarankan yaitu pengelolaannya lebih dikembangkan seperti dibuat jalan khusus untuk wisatawan menuju objek wisata tersebut, dibuat petunjuk arah yang jelas, dan memperbaiki shelter yang ada sehingga dapat memadai untuk menjadi tempat berteduh bagi para wisatawan atau para pendaki pada saat terjadi hujan ataupun sekadar tempat istirahat sebelum sampai menuju Savana Dieng.
Pada saat mengunjungi Candi Bima, tidak terdapat wisatawan yang berkunjung. Hal tersebut dikarenakan wisatawan biasanya berkunjung hanya pada saat-saat tertentu saja dengan tujuan hanya untuk beribadah. Kemudian pada objek wisata yang dikunjungi kedua yaitu Museum Kailasa, terdapat dua wisatawan yang berkunjung ke Museum Kailasa yaitu seorang laki-laki dewasa dan satu anak laki-laki. Tujuan dari wisatawan berkunjung yaitu untuk berlibur bersama perusahaan tempat bekerjanya wisatawan serta untuk memperkenalkan peninggalan sejarah yang ada di kawasan Dieng. Berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh wisatawan terkait Museum Kailasa yaitu perlu adanya publikasi dan promosi yang rutin dalam menarik wisatawan untuk berkunjung ke Museum Kailasa. Objek wisata selanjutnya yaitu Candi Dwarawati. Pada Candi tersebut tidak terdapat wisatawan, sehingga kurang membantu dalam mencari data mengenai Candi Dwarawati. Candi tersebut terletak di tengah-tengah perkebunan atau pertanian sehingga akses menuju candi pun kurang memadai. Kemudian objek wisata terakhir yang dikunjungi yaitu Savana Dieng. Objek savana tersebut terletak di atas pegunungan dan biasanya digunakan untuk para pendaki melakukan hiking. Akses menuju Savana Dieng sangat sulit dikarenakan harus mendaki selama 30 menit. Pada objek wisata Savana Dieng ini, kami mendapatkan 7 responden yang sedang mendaki menuju Savana Dieng. Keseluruhan hasil wawancara dengan wisatawan, terdapat beberapa rekomendasi yaitu perlu adanya penyediaan toilet umum di sekitar Savana Dieng serta perlu adanya tempat sampah di setiap spot Savana Dieng, dikarenakan banyaknya sampah yang berserakan.
Objek wisata yang kami kaji pada hari ketiga adalah Telaga Balaikembang. Telaga ini termasuk ke dalam kategori daya tarik objek wisata yang menarik. Hal tersebut dikarenakan telaga ini berada di tengah-tengah perkebunan seperti kebun kentang, kebun wortel, kebun kol dan kebun daun bawang. Namun, adapun kekurangannya yaitu akses jalan yang kurang memadai dan tidak adanya pengelolaan baik dari masyarakat maupun pemerintah. Rekomendasi yang kami berikan untuk objek wisata ini yaitu harus adanya kesadaran masyarakat terlebih dahulu untuk mengelola objek wisata tersebut serta dengan potensi perkebunan yang sangat baik di dekat telaga ini, dapat dimaksimalkan untuk potensi agrowisata.
Pada saat mengunjungi Telaga Balai Kembang kami tidak melihat pengunjung yang datang, menurut warga setempat Telaga Balai Kembang ini sangat jarang wisatawan yang datang hanya, biasanya yang berkunjung ke sana adalah masyarakat setempat yang hobi memancing saja. Hal ini dikarenakan lokasinya yang berada di tengah perkebunan dan jauh dari jalan utama. Pengunjung harus menelusuri perkebunan yang cukup panjang jika ingin sampai di telaga ini. Selain itu, kurangnya pengelolaan membuat telaga ini sebagian besar tertutup oleh gulma sehingga pengunjung pun kurang tertarik untuk mengunjungi tempat ini.
C. Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Hari pertama penelitian sosial dan ekonomi masyarakat kelompok 2 dan 5 telah mendapatkan 9 responden terkait instrumen survei. Survei dilakukan di sekitar 3 objek kawasan wisata yaitu candi arjuna, museum kailasa dan kawah sikidang. Setelah dilakukan wawancara kepada masyarakat didapatkan bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan wisata kebanyakan berprofesi sebagai petani, meskipun mereka bekerja di sektor pariwisata namun hampir mayoritas dari mereka tetap bekerja sebagai petani. Kendala kami selama mencari responden adalah sulit mendapatkan warga untuk di wawancara, beberapa menolak untuk diwawancarai dengan alasan mereka merasa tidak pintar, kemudian kendala lainnya karena kami mencari responden di sekitar objek wisata sehingga kebanyakan orang di situ adalah wisatawan bukan warga sehingga kami mewawancarai warga yang bekerja di tempat wisata tersebut. Untuk observasi hari selanjutnya kami akan mencari warga di pemukiman dekat objek wisata, tidak hanya di sekitar objek wisatanya saja agar mendapatkan responden yang lebih banyak dan lebih bervariasi. Hasil responden instrumen sementara yaitu :
- Mata pencaharian masyarakat 55,6% berprofesi sebagai karyawan pariwisata,
- 44,4% berprofesi sampingan sebagai petani,
- Masyarakat setempat 55,6% bertani kentang,
- Pendapatan dari pekerjaan pokok dalam satu bulan kisaran Rp 0 – Rp 500.000,
- Jenjang pendidikan terakhir masyarakat setempat 55,6% lulusan SMA/SMK,
- Jenjang pendidikan anak (putra/putri) masyarakat setempat 33,3% lulusan SMA/SMK,
- Luas lahan bangunan yang dimiliki rata-rata berjumlah 0 – 50 m2
- Luas bangunan yang dimiliki rata-rata berjumlah 0 – 50 m2
- Luas lahan pertanian yang dimiliki rata-rata kisaran 0 – 1 Ha
- Status kepemilikan lahan 66,7% milik pribadi
- Budaya yang melekat di Dieng Kulon 88,9% mendukung pariwisata yang ada di desa tersebut
- Pentas budaya 88,9% menjadi dukungan dalam pariwisata
- 66,7% masyarakat belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang pengembangan wisata di daerah ini
- 55,6% masyarakat belum pernah mengikuti pelatihan dalam pengembangan pariwisata
Di sekitar kawasan objek wisata Candi Arjuna terdapat UPT Objek Wisata Dieng.
Hari kedua, Sabtu 5 November 2022, kami kelompok 2 dan 5 kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data wawancara sosial ekonomi masyarakat di desa Dieng kulon, pada hari kedua ini kami turun ke pemukiman masyarakat untuk melakukan wawancara. Pada parameter sosial politik terdapat 6 orang untuk melakukan wawancara, kemudian kami berpencar ke seluruh desa menjadi 3 bagian, yaitu 2 orang tiap responden, pencarian warga dilakukan mulai dari sekitar pukul 08.20 sampai 11.00 di pemukiman sekitar objek wisata candi arjuna, pada area tersebut kami mendapatkan 16 responden. Kemudian pada pukul 11.00 kami pergi ke objek wisata savana dieng, dan kembali turun ke pemukiman sekitar objek wisata savana Dieng hingga pukul 15.00, namun pada pukul 12.00 kami ishoma terlebih dahulu, dan kembali ke pemukiman sekitar pukul 13.00, namun saat melakukan pencarian terdapat beberapa lingkup pemukiman yang sangat sepi, hanya terhitung 4 orang yang berada di luar rumah, 1 orang berhasil kami wawancara namun beliau keberatan untuk di dokumentasikan, lalu 3 orang lainya merupakan keluarga yang sedang berkumpul, saat kami tawari untuk wawancara mereka saling menunjuk dan hanya 1 orang saja yang dapat diwawancarai, namun ternyata beliau bukan warga asli desa Dieng melainkan warga desa tetangga. Sedangkan rekan lainnya yang berpencar mendapati responden lebih banyak karena pada pemukiman tersebut tidak sepi, sehingga pada area ini kami mendapati 10 responden. Untuk jumlah responden yang didapat pada hari ini yaitu sebanyak 26 responden.
Pada wawancara hari kedua ini, kami menemukan banyak responden yang memiliki mata pencaharian yang berbeda, mayoritas mata pencaharian di desa Dieng kulon masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pedagang dengan hasil tani berupa buah carica dan kentang. Kentang menjadi makanan pokok bagi masyarakat desa Dieng kulon. Ada beberapa masyarakat desa Dieng kulon yang berasal dari luar Dieng, Wonosobo, Kejajar, Batur dan sekitarnya. Dikarenakan Dieng yang merupakan salah satu daerah wisata yang diminati oleh kalangan masyarakat, dan kesempatan ini pun dipakai oleh masyarakat sekitar Dieng atau luar Dieng menjadi salah satu pengusaha di kawasan Dieng menjadi wirausaha homestay, dan memproduksi kentang dan carica. Pedagang di desa Dieng kulon terdiri berbagai kalangan usia, usia muda yang kami temui itu ada di usia 20 tahun dan usia tua yang kami temui itu di usia 72 tahun.
Adanya desa wisata mempengaruhi ekonomi masyarakat baik dalam hal perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Perluasan kesempatan kerja dilihat dari banyaknya masyarakat yang memiliki pekerjaan sampingan yang bekerja sebagai karyawan di sektor pariwisata dan wirausaha di sektor pariwisata. Pendapatan perbulan masyarakat Desa Dieng Kulon beragam berkisar dari Rp500. 000 hingga lebih dari Rp3.000.000. Di mana, tingkat pendapatan pokok responden rata-rata berkisar antara Rp1.000.000 – Rp2.000.000 dengan pekerjaan beragam mulai dari petani, karyawan swasta, karyawan pariwisata, dan wirausaha. Adapun masyarakat yang memiliki pekerjaan sampingan memiliki pendapatan rata-rata berkisar > Rp3.000.000 dengan bekerja sebagai wirausaha di sektor pariwisata. Perubahan tingkat pendapatan terjadi pada responden yang memiliki pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan sebagai wirausaha di sektor pariwisata. Peningkatan penghasilan paling tinggi terjadi pada responden yang bekerja sebagai wirausaha yaitu sebagai pemilik homestay dan pemilik usaha oleh-oleh khas Dieng dengan pendapatan terbesar Rp30. 000.000.
Adapun Tingkat pendidikan masyarakat Desa Dieng kulon terbilang masih rendah karena sejauh ini pendidikan terakhir responden paling tinggi hanya sampai SMA, dan tidak sedikit dari mereka yang hanya lulusan SD, bahkan tidak lulus SD. Masyarakat di Dieng kulon masih tidak terlalu memikirkan terkait pentingnya pendidikan karena banyak yang sedari kecilnya sudah membantu meladang bersama orang tua, sehingga mereka melanjutkan pekerjaan tersebut dan tidak terlalu tertarik untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Dieng kulon juga termasuk pemasok hasil tani yang disebar ke sebagian besar kota kota di Indonesia, sehingga menjadi petani di Dieng merupakan mata pencaharian utama masyarakat. Terdapat banyaknya wisata di Dieng kulon pun membuka peluang pekerjaan lebih banyak untuk masyarakat selain bertani, pemerintah desa pun memprioritaskan masyarakatnya terlebih dahulu untuk peluang pekerjaan dibanding warga dari desa lainnya, sehingga pekerjaan masyarakat lebih terjamin walau hanya berkisar pada pertanian dan pariwisata saja. Selain itu, sarana dan prasarana sekolah pun masih sangat terbatas di Dieng kulon ini, hanya terdapat bangunan SD dan SMP saja di desa ini, tidak ada bangunan sekolah SMA, sehingga masyarakat yang melanjutkan sekolah SMA bersekolah di luar desa. Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan ini juga berpotensi menurunkan minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan. Hal hal tersebut menjadi merupakan beberapa faktor masyarakat tidak terlalu memperhatikan atau menganggap penting pendidikan, untuk kemudian melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hari ketiga, Minggu, 6 November 2022 merupakan hari ke 3 kami turun ke lapangan untuk melaksanakan KKL. Kami mulai berangkat dari homestay dari pukul 08.00 dan tempat pertama yang kami kunjungi ialah Telaga Balai Kambang, saat pergi ke Telaga kami sedikit mengobrol dengan petani yang berada di sekitar Telaga, tetapi tidak banyak informasi yang didapatkan. Karena tidak menemukan warga lagi untuk di wawancara selain itu posisi Telaga sendiri terbilang terpencil dan tempat tersebut tidak banyak yang tahu, maka kami memutuskan untuk pergi ke objek selanjutnya yaitu Candi Dwarawati. Kami tiba sekitar pukul 9.30 WIB, posisi Candi sendiri berada di atas bukit yang dikelilingi perkebunan, dan pemukiman berada di bawahnya, sementara di pemukiman pun tidak banyak orang di sana, dan kami hanya mendapati 2 responden saja untuk wawancara hari ini.
Dari hasil wawancara hari ketiga pada 2 orang responden ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat di kawasan candi Dwarawati ini mayoritas bekerja sebagai petani kentang dan untuk lahannya sendiri itu ada yang milik pribadi dan juga ada yang masih menyewa lahan milik orang lain. Lalu untuk tradisi di kawasan Candi Dwarawati ini masih terdapat tarian lengger dan berpotensi menarik pariwisata dengan diadakan pentas budaya. Tetapi Candi Dwarawati ini sepi oleh pengunjung dikarenakan aksesnya yang agak sulit, hanya bisa dilewati oleh satu kendaraan mobil dan tidak ada lahan untuk parkir kendaraan. Selain itu, menurut responden belum ada sosialisasi terkait pengembangan wisata pada masyarakat di sekitar kawasan objek wisata, sehingga pengembangan wisata masih belum baik.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa keberadaan objek wisata Candi Dwarawati tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi ekonomi masyarakat baik bagi perluasan kesempatan kerja maupun tingkat pendapatan masyarakat di sekitar kawasan objek wisata. Hal ini dikarenakan, masyarakat tidak memiliki pekerjaan pokok maupun sampingan di bidang sektor pariwisata. Tingkat pendapatan pokok responden rata-rata dari hasil bertani mencapai lebih dari Rp3.000.000 per bulan, dimana hasil tani ini dijual ke pasar maupun ke pengepul. Adapun tingkat pendidikan responden yang paling tinggi merupakan lulusan SMA/SMK.
Adapun kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Dieng Kulon secara umum, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan selama tiga hari dapat disimpulkan bahwa, Dieng Kulon sebagai Desa wisata memberikan pengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Secara umum masyarakat masih berprofesi sebagai petani, akan tetapi mayoritas masyarakat beralih pekerjaan maupun memiliki pekerjaan sampingan di sektor pariwisata. Hal ini dikarenakan, penghasilan yang didapatkan lebih stabil maupun lebih besar menurut beberapa responden yang bekerja di sektor pariwisata. Di mana, tingkat pendapatan tertinggi diperoleh oleh responden yang bekerja sebagai wirausaha yaitu sebagai pemilik homestay dan pemilik usaha oleh-oleh dengan pendapatan mencapai Rp. 30.000.000. Adapun tingkat pendidikan terakhir responden mayoritas yaitu mencapai SMA/SMK kemudian sebagian responden juga merupakan lulusan SD bahkan belum menyelesaikan pendidikan di SD. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan, karena bagaimanapun kualitas SDM berpengaruh terhadap pengembangan desa wisata.
D. Daya Dukung Lingkungan
Parameter daya dukung lingkungan pada hari pertama ini melakukan wawancara kepada masyarakat Desa Dieng Kulon di dua titik yaitu daerah sekitar wisata Candi Arjuna dan Kawah Sikidang dengan jumlah responden yang didapatkan sebanyak 10 orang. Beberapa pertanyaan yang kami ajukan yaitu mengenai Air, Lahan, Udara dan Wisata. Data yang kami peroleh antara lain masyarakat setempat menggunakan air sumur adapun dari tug melukar (air gunung melukar) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mencuci, memasak, minum dan lain-lain. Dalam sehari diperkirakan menghabiskan kurang lebih 150 liter/hari. Masyarakat setempat merasa tidak kesulitan mendapatkan air dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, kecuali ketika mati listrik karena mayoritas masyarakat menggunakan pompa air. Fasilitas seperti toilet sangat mudah dijangkau dan ditemukan terutama di sekitar daerah wisata. Pengelolaan limbah cair di Desa Dieng Kulon dialirkan melalui parit/selokan kemudian dialirkan ke daerah dekat telaga balekembang lalu kawah sikidang, untuk limbah rumah tangga terutama sampah dikumpulkan, kemudian akan ada tim pengangkut setiap seminggu sampai dua minggu sekali, pengelola sampah yaitu TPA dekat GeoDipa, sedangkan untuk pertanian seperti sayuran busuk pengelolaannya dengan cara dikubur dan menjadi pupuk alami.
Kepemilikan lahan di daerah Dieng Kulon mayoritas kepemilikan pribadi untuk pertanian, daerah wisata Candi Arjuna milik BPJB, daerah wisata Kawah Sikidang milik pemerintah dan toko souvenir yang berada di daerah wisata tersebut milik perhutani. Pemanfaatan lahan di Desa Dieng Kulon rata-rata digunakan sebagai pertanian ataupun membangun homestay. Luasan lahan bangunan sebesar 11,8927 Ha, lahan tegalan atau pertanian sebesar 93,5231 Ha. Sumber daya alam di desa Dieng yaitu hasil pertanian seperti carica, kentang, wortel, kubis dan lain-lain.
Kualitas udara di daerah Desa Dieng Kulon menurut tanggapan masyarakat setempat tidak pernah merasakan polusi udara yang berlebihan dan sampai mengganggu, udara di daerah tersebut sejuk dan bersih. Kepemilikan kendaraan pribadi di Desa Dieng Kulon berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa pasti di setiap rumah memiliki kendaraan pribadi lebih dari dua. Wisata Candi Arjuna memiliki fasilitas yang memadai seperti toilet, toko souvenir, dan lain-lain. Jumlah wisatawan yang berkunjung pada hari bisa sebanyak 500 orang dan ketika hari libur sebanyak 2.000 orang. Wisata Kawah Sikidang jumlah wisatawan yang berkunjung hari biasa sebanyak 100 orang dan pada hari libur lebih dari 200 orang.
Parameter daya dukung lingkungan pada hari kedua ini melakukan wawancara kepada masyarakat desa Dieng Kulon dan Dusun Karang sari di desa Dieng Kulon mendapatkan 47 orang responden. Wawancara pada hari kedua ini mengajukan beberapa pertanyaan mengenai Air. Adapun beberapa kesimpulan data yang kami peroleh mengenai rata-rata penggunaan sumber air utama dalam kehidupan sehari-hari yang terdiri dari air gunung, sumur, PAM, dan menggunakan dua sumber air gunung dan sumur. Sumber air utama memiliki kekurangan tersendiri mengapa masyarakat lebih memilih menggunakan sumur bor dibandingkan menggunakan air gunung karena dalam segi perawatan lebih mudah dibandingkan air gunung. Penggunaan sumber air utama Air gunung dialirkan menggunakan pipa hingga ke rumah, ketika hujan besar terjadi longsor di pegunungan yang mengenai pipa dan menyebabkan pipa terlepas sehingga air tidak mengalir sampai ke pemukiman warga. Dalam pengelolaan limbah cair rumah tangga dialirkan melalui selokan atau pipa lalu akan bermuara ke sungai atau kali, di desa Dieng Kulon ada beberapa pembuangan limbah cair rumah tangga ke Kali Tulis.
Menurut hasil wawancara masyarakat Desa Dieng Kulon, tidak pernah merasakan kesulitan air sekalipun ketika musim kemarau. Namun, ketika musim kemarau sumur sedikit lebih surut sehingga masyarakat ketika menggunakan air lebih menghemat. Adapun kendala yang kami hadapi ketika melakukan wawancara antara lain yaitu di Dusun Karangsari, Desa Dieng Kulon masyarakat cenderung sepi dan terdapat beberapa warga yang menolak.
Kualitas air di Desa Dieng Kulon tergolong baik dan layak pakai walaupun ada beberapa masyarakat yang merasa airnya masam dan tidak berbau, jernih tidak berwarna, namun dari sumber air sedikit berasa bau tanah. Sumber air yang digunakan oleh masyarakat yaitu air gunung dan sumur, karena di daerah pemukiman Dieng Kulon tidak perlu menggali terlalu dalam untuk mendapatkan air hanya sekitar 15-22 meter. Air digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mencuci, masak, minum, dan lain-lain. Ada beberapa masyarakat yang menggunakan dua sumber air utama, air gunung untuk minum atau dikonsumsi sedangkan sumur untuk mencuci.
Tanah di daerah Desa Dieng Kulon tergolong baik dan subur dapat dilihat dari pemanfaatan lahan di daerah ini yaitu pertanian dan perkebunan dengan komoditas kentang, wortel, kubis, dan lain-lain. Kemiringan lereng di daerah Desa Dieng Kulon sangat beragam, adapun beberapa yang cocok untuk dibangun homestay dan tidak cocok dibangun homestay. Menurut data kantor desa, Luasan lahan bangunan sebesar 11,8927 Ha, lahan tegalan atau pertanian sebesar 93,5231 Ha.
Kualitas udara di daerah Desa Dieng Kulon tergolong baik. Hal tersebut karena pencemaran udara di Desa Dieng Kulon masih kategori rendah karena mayoritas masyarakat lebih memilih berjalan kaki dan menggunakan kendaraan umum. Selain itu, asrinya lingkungan di Desa Dieng Kulon yang masih hijau dan banyak pepohonan yang dapat membantu mengurangi polusi udara karena membantu menyerap CO² (karbondioksida) yang disebabkan oleh kendaraan.
Kesimpulan selama tiga hari melakukan observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa Desa Dieng Kulon termasuk ke dalam desa wisata yang baik di mana daya pendukungnya salah satunya daya dukung lingkungan, dari kualitas air yang baik sehingga wisatawan merasa nyaman dan terpenuhi kebutuhannya.
E. Bencana
Pada bab bencana, kami melakukan kegiatan wawancara dengan Sekretaris Desa Dieng Kulon, Staff UPT objek wisata dieng dan masyarakat sekitar objek wisata. Kegiatan wawancara dengan pihak sekretaris berjalan lancar dan kami mendapatkan gambaran dari jenis bencana yang terjadi di daerah Desa Dieng Kulon. Begitu pula dengan Staff UPT objek wisata dieng kulon, informasi desa yang disampaikan oleh bapak sabar dan Bapak Mukhson sinkron satu sama lain. Dari 7 jenis bencana yang terdapat di instrumen, tidak ada bencana yang benar-benar menonjol dan mengancam di Desa Dieng Kulon. Pada tahun 2017, pernah terjadi kebakaran di hutan pangonan, kebakaran disebabkan oleh kelalaian manusia seperti membuang puntung rokok sembarangan. Kemudian, untuk potensi bencana banjir itu disebabkan oleh drainase yang buruk, akan tetapi sekarang sedang dilakukan perbaikan. Potensi bencana tanah longsor terjadi di daerah lereng, skala kerusakan yang diakibatkan juga tidak besar. Selanjutnya potensi kekeringan sendiri, terjadi ketika musim kemarau di mana ada kesulitan air pada sektor pertanian, akan tetapi tidak berpengaruh pada rumah masyarakat karena memiliki sumur bor sendiri. Desa Dieng Kulon memiliki organisasi untuk penanggulangan bencana yaitu desa tanggap bencana. Desa tanggap bencana ini merupakan kolaborasi antara Pemerintah Desa dengan Karang Taruna. Desa tanggap bencana memiliki program pelatihan dan sosialisasi kepada masyarakat yang membahas bencana secara umum, kegiatan diadakan secara kondisional. Kami mendapatkan sekitar 14 responden dari kunjungan di dua objek wisata yaitu di Candi Arjuna dan Kawah Sikidang.
Pada bab bencana setelah hasil evaluasi pada hari pertama bahwa dari 7 jenis bencana yang terdapat di instrumen, tidak ada bencana yang benar-benar menonjol dan mengancam di Desa Dieng Kulon. Dan hasil evaluasi dari 7 jenis bencana tersebut kini hanya ada 4 jenis bencana yang berpotensi di Dieng kulon yaitu banjir, kebakaran hutan, longsoran dan kekeringan. Dalam hal ini dari ke 4 bencana tersebut yang bisa di observasi yaitu bencana banjir di mana bencana banjir ini disebabkan oleh drainase yang buruk. Dari hasil tadi di lapangan bahwa saluran drainase yang ada di lapangan sudah cukup baik. Karena sudah ada pembangunan dari pihak kelurahan untuk memperbaiki drainase tersebut. Potensi bencana kebakaran hutan pernah terjadi pada tahun 2017, pernah terjadi kebakaran di perbukitan Prau dan Pangonan disebabkan karena musim kemarau yang panjang dan kelalaian manusia seperti membuang puntung rokok sembarangan. Potensi bencana tanah longsor terjadi di daerah lereng, skala kerusakan yang diakibatkan juga tidak besar. Hal ini hanya seperti jatuhan batuan yang kecil dan tidak berdampak besar. Dan untuk potensi kekeringan ini terjadi di saat musim kemarau yang panjang dan dampak yang dirasakan dari adanya kekeringan ini membuat gagal panen para petani.
Kami mendapatkan 38 responden dari hasil wawancara pada hari pertama dan kedua. Berdasarkan datanya yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan jawaban responden desa Dieng kulon ini bahwa sekitar 55,3% menjawab tidak pernah terjadi bencana dan 44,7% terjadi bencana (banjir, kebakaran hutan, longsoran, dan kekeringan). Peristiwa bencana tersebut sekitar 68,4% responden menjawab tidak ada yang mengakibatkan kerugian. Dan 31,6% mengalami kerugian seperti perkebunan yang tertimbun tanah longsor yang mengakibatkan material yang jatuh menimpa lahan perkebunan. Dan kerugian dari kebakaran hutan yaitu lahan hutan jadi gundul dan asap atau abu yang dihasilkan mengakibatkan hasil panen gagal.
Dan sekitar 89.5% masyarakat tidak mengalami luka-luka atau meninggal dan 92,1% tidak ada masyarakat yang mengungsi karena sebenarnya bencana yang ada di Dieng Kulon ini tingkat bahayanya bisa dibilang rendah menuju sedang. Dan terkait sistem peringatan dini bencana di Dieng Kulon berdasarkan wawancara masyarakat yaitu 52,6% menjawab ya bahwa ada peringatan dini seperti adanya sirine, kelontongan, atau speaker dari masjid. Dan terkait pendidikan bencana dan simulasi masyarakat menjawab 50% ya 50% tidak hal ini dikarenakan masyarakat ada sebagian masyarakat yang memang antusias dan ada masyarakat yang acuh saja. Hal ini terbukti berdasarkan data antusias masyarakat terkait simulasi tersebut sekitar 52,6% masyarakat menjawab tidak antusias.
Dan terkait plang peringatan bahaya bencana bahwa sekitar 52.6% masyarakat menjawab terdapat plang peringatan bahaya di beberapa titik seperti di objek wisata. Dan sekitar 52,6% plang peringatan dini tersebut hanya sebatas plang masyarakat belum begitu sadar akan adanya plang2 tersebut . Dan sekitar 76,3% masyarakat menjawab ada petunjuk dan jalur evakuasi sehingga memudahkan masyarakat dalam evakuasi bencana. Dan sekitar 86,8% masyarakat menjawab tidak ada kesiapan secara fisik berupa bangunan rumah anti bencana yang ada di Desa Dieng Kulon tersebut.
Kondisi umum keadaan bencana di Desa Dieng Kulon sangat minim terjadi bahkan satu tahun terakhir pun tidak terjadi bencana apapun. Tetapi jika melihat beberapa tahun terakhir, pernah terjadi bencana berupa erupsi Kawah Sileri yang terjadi pada tahun 2020 lalu. Selain itu, pada bulan-bulan tertentu (sekitar Juni-Agustus) biasanya terjadi pula bencana hujan es yang disebabkan karena kondisi cuaca yang sangat ekstrim yang mana kelembaban udara yang relatif rendah. Kemudian jika melihat kondisi kemiringan lereng yang digunakan sebagai lahan pertanian di Desa Dieng Kulon sangatlah curam, maka dapat berpotensi pula terjadi bencana longsor yang merugikan masyarakat karena longsor yang menimbun dan merusak hingga hilangnya kawasan lahan pertanian.
Pada bencana yang terjadi di Desa Dieng Kulon, terdapat beberapa sistem peringatan dini yang bersifat manual seperti peringatan dengan memukul kentongan dari masyarakat setempat atau berupa pengumuman dengan memakai speaker masjid setempat. Dalam meminimalisir dari terjadinya kebencanaan, untuk di Desa Dieng Kulon ini jarang sekali mendapat pendidikan kebencanaan dan penyelamatan diri, meskipun pernah dilaksanakan, akan tetapi terbilang sangat jarang. Pendidikan kebencanaan tersebut biasanya diadakan oleh pemerintah desa setempat atau karang taruna daerahnya. Antusias masyarakat setempat dalam pelaksanaan pendidikan kebencanaan dan simulasi penyelamatan diri ini diikuti hanya oleh sebagai masyarakatnya saja yang sadar akan pentingnya mitigasi bencana.
Sebagai upaya dalam pengurangan faktor risiko bencana yang terjadi di Desa Dieng Kulon, terdapat plang peringatan bahaya bencana akan tetapi hanya di beberapa titik tertentu saja. Masyarakat setempat pun sangat terbantu dengan adanya plang peringatan bahaya bencana tersebut. Untuk pembangunan kesiapsiagaan masyarakat di Desa Dieng Kulon pun terdapat pembangunan berupa plang petunjuk jalur evakuasi (evacuation route) di beberapa titik untuk memudahkan masyarakat dalam evakuasi diri jika terjadi bencana.
F. Pengelolaan Sumberdaya Wisata
Pada Bab Pengelolaan sumberdaya wisata kami melakukan wawancara bersama pengelola dari objek wisata yang sedang dikaji. Hasil dari kegiatan wawancara yang dilakukan selama satu hari mendapatkan perolehan hasil wawancara di 2 objek wisata yaitu candi Arjuna dan Kawah Sikidang. Berdasarkan parameter yang digunakan menunjukkan bahwa pada tahap promosi melalui media sosial di Candi Arjuna dan Kawah Sikidang tidak memiliki media sosial berupa apapun, namun hanya ada dalam bentuk web pariwisata umum dan media sosial instagram Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Banjarnegara. Kedua objek wisata ini bekerjasama dengan pihak BPK (Balai Pelestarian Kebudayaan) wilayah 10 serta biro perjalanan. Objek wisata Candi Arjuna dan kawah sikidang dilengkapi dengan fasilitas pendukung berupa toilet, mushola, tempat sampah, gazebo dan tempat duduk. Semua fasilitas pendukung yang dimiliki kedua tempat wisata tersebut cukup terawat dan layak untuk digunakan oleh wisatawan. Selalu dilakukan sosialisasi antara dinas pariwisata dan budaya dengan masyarakat sekitar objek wisata agar masyarakat sekitar memperlakukan wisatawan luar dengan baik, sosialisasi tersebut dilaksanakan satu tahun sekali. Produk unggulannya pun cukup beragam yakni dari objek wisata Candi Arjuna menyuguhkan Candi, Dharmasala, sumur sendang sedayu dengan background pemandangan terasering perkebunan. Sedangkan pada daerah kawah sikidang hanya menyuguhkan kawah saja. Namun dengan adanya produk unggulan yang baik terdapat suatu kekurangannya yakni pihak pengelola hanya memakai sistem tiketing saja sehingga tidak memiliki souvenir khusus dari objek wisata tersebut. Dari kedua tempat wisata tersebut adanya kerjasama dengan pihak masyarakat sekitar, seperti menjaga keamanan dan kerja bakti, tetapi dilakukannya jika ada acara penting saja. Objek wisata ini tidak bekerja sama dengan pihak manapun termasuk adanya campur tangan pemerintah setempat, karena kedua objek wisata ini memang khusus dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Banjarnegara.
Manajemen pengelolaan sumberdaya wisata pada hari kedua pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL II) ini mengunjungi serta melakukan wawancara kepada pengelola berbagai objek wisata yang menjadi kajian. Untuk hasil perolehan wawancara dengan pihak pengelola objek wisata pertama yakni Candi Bima, di mana pada kerjasama dengan pihak lain tidak terdapat petugas pengelola dari dinas. Promosi melalui media sosial sendiri sudah dilakukan oleh Disparbud langsung. Dukungan fasilitas publik tidak terdapat di sekitar Candi Bima terdekat. Adanya sosialisasi kepada masyarakat dengan tujuan sikap ramah kepada wisatawan yang dilakukan setiap satu tahun sekali yang dilaksanakan oleh Disparbud. Di tempat tersebut hanya terdapat satu candi saja. Candi Bima tidak dilengkapi oleh fasilitas yang dirasa memadai, namun tentunya ada nilai lebih dalam fasilitas berupa toilet. Dalam penjagaan Candi Bima ini dijaga oleh masyarakat sekitar dengan sukarela tanpa berharap menerima timbal balik.
Hasil perolehan wawancara objek wisata yang kedua yakni Museum Kailasa, dimana Promosi objek wisata museum kailasa sudah cukup dilakukan, namun promosi yang dilakukan masih dibawah tanggung jawab Disparbud. Dalam fasilitas publik di sekitaran museum kailasa ini menunjukkan bahwa tidak terdapatnya fasilitas publik apapun. Adapun produk unggulan yang menjadi suatu objek di Museum Kailasa ini terdapat arca arca hindu, auditorium yang diperuntukan untuk dijadikan teater sebagai pemutaran film pendek peradaban Dieng. Kerjasama dengan pihak lain secara terbatas karena hanya beberapa petugas saja yang mengelola museum tersebut, kemudian petugas ini biasanya direkrut oleh dinas langsung. Terdapat dukungan fasilitas pendukung dalam museum kailasa ini, adapun beberapa contoh dukungan fasilitas di sana berupa mushola, toilet serta taman. Adapun kerjasama yang dilakukan dengan pihak lain berupa masyarakat dalam mengelola lahan parkir bermasalah dalam penyatuan dengan lahan parkir candi arjuna.
Secara keseluruhan, objek wisata di desa dieng kulon dikelola oleh 2 lembaga yaitu oleh Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Banjarnegara dan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Objek wisata yang kami kaji yaitu Candi arjuna, candi bima, candi dwarawati, museum kailasa, telaga balai kembang, kawah sikidang, dan savana dieng. Dinas Pariwisata dan Budaya kabupaten banjarnegara mengelola 6 objek wisata yang kami kaji diantaranya candi arjuna, candi bima, candi dwarawati, museum kailasa, telaga balai kembang, dan kawah sikidang. Sedangkan objek wisata dari keseluruhan objek wisata yang kami kaji LMDH hanya mengelola savana dieng saja. Kelebihan dari objek wisata Candi arjuna yaitu memiliki fasilitas seperti toilet, mushola, tempat duduk, tempat berkuda, dilayani dengan pemberian selendang ketika memasuki candi, terdapat lahan parkir yang luas dengan tempat penyewaan jeep, terdapat pedagang agar memudahkan wisatawan untuk berbelanja dan dekat dengan objek wisata lainnya namun memiliki kekurangan yaitu jarang sekali tour guide untuk memberikan pengetahuan tentang Candi arjuna itu sendiri. Kelebihan dari Candi bima yaitu bersih, terawat, terdapat tempat sampah, terdapat lahan parkir yang cukup luas, dan namun memiliki kekurangan yaitu kurang menarik wisatawan untuk datang karena jumlah candi yang hanya satu dan lebih digunakan untuk tempat peribadatan. Kelebihan Candi dwarawati yaitu bersih dan terawat namun memiliki kekurangan yaitu tidak ada lahan parkir, toilet, jalan yang ditempuh untuk mengunjungi candi dwarawati ini cukup sempit, kurang menarik karena jauh dari jalan utama dan terletak sendirian di tengah pemukiman warga dan kebun. Kelebihan Museum kailasa yaitu terdapat lahan parkir yang cukup luas, memiliki fasilitas seperti toilet, mushola, ruang teater, dekat dengan pedagang juga dekat dengan candi arjuna dan terdapat taman bunga di bagian atas nya untuk duduk dan bersantai namun memiliki kekurangan yaitu museum nya sangat kecil, lebih banyak kepada artefak dan isi nya sedikit yang membuat museum ini kurang menarik dikunjungi dan hanya dijadikan sebagai kunjungan pendidikan Telaga balai kembang merupakan telaga yang kurang terawat yang terletak di tengah kebun, akses untuk ke telaga balai kembang sangat sulit dan hanya ada jembatan kayu yang tidak terlalu kuat untuk menyeberangi sungai atau pengairan, tidak ada nama yang menunjukan telaga tersebut merupakan telaga balai kembang sehingga wisatawan tidak tahu ada telaga itu dan juga ditumbuhi rerumputan yang tinggi di sekitarnya sehingga terlihat tidak menarik dan tidak terawat. Kelebihan Kawah sikidang yaitu memiliki lahan parkir yang luas, terdapat mushola, toilet, terdapat pedagang agar memudahkan wisatawan untuk berbelanja, terdapat tempat duduk dan spot foto yang menarik wisatawan untuk berkunjung namun memiliki kekurangan yaitu dari alam nya itu sendiri yaitu bau dari belerang (sulfur) yang cukup menyengat yang membuat wisatawan tidak bisa berlama-lama di kawah tersebut. Kelebihan savana dieng yaitu memiliki tempat parkir yang cukup luas, dekat dengan jalan utama, sekolah, dan pemukiman warga yang menjual berbagai oleh-oleh khas dieng. Namun memiliki kekurangan yaitu jalan untuk mencapai savana dieng cukup jauh menanjak dan menurun (masuk kedalam hutan), tidak ada pegangan untuk menanjak dan turunan, tidak ada tempat teristiraharatan sementara di tengah perjalanan menuju savana dieng, tidak ada tempat berjualan, saat sampai di savana juga tidak ada tempat peristirahatan sementara jika tiba-tiba terjadi hujan.