POLEMIK JURRASIC PARK KOMODO DARI SEGI KONSERVASI DAN EKSPLOITASI

Penulis : El Syifa Putri

Editor : Mararosa Fitriawati

Taman Nasional Komodo merupakan salah satu kawasan yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dan terletak di Nusa Tenggara, berada di sebelah timur pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh Selat Sape. Taman Nasional Komodo ini merupakan habitat asli dari hewan reptil purba yang biasa kita kenal dengan nama Komodo. Saat ini, hal yang menjadi perbincangan hangat oleh publik adalah mengenai wisata basis premium yang akan dibangun di kawasan Taman Pulau Komodo. Pihak internasional telah menetapkan Taman Nasional Pulau Komodo sebagai kawasan heritage, sains, dan biosfer. Pada kesempatan kali ini, Bapak Umbu akan membahas materi mengenai “Man and Biosfer” yang terdiri dari keselarasan ekosistem, ekonomi warga, dan kebudayaan.

Doc. Penulis

Pulau padar memiliki zona inti dan zona rimba, namun pada tahun 2012, KLHK mengonversi 303,9 Ha dari pulau tersebut menjadi pulau untuk pemanfaatan wisata barat. Hal ini terealisasi dengan dibangunnya kawasan wisata premium yang bukan hanya dibangun oleh pemerintah, namun juga oleh beberapa perusahaan. Pemerintah menggunakan APBN melakukan perbaikan sarana dan prasarana di TNK (Taman Nasional Komodo) seluas 1 Ha. Namun pada kenyataannya, pemerintah melakukan pembukaan lahan. Kemudian wilayah seluas kurang lebih 444 Ha diberikan pada 2 perusahaan untuk membangun wisata premium. Kemudian, pemerintah provinsi ikut mengeluarkan wacana untuk melakukan relokasi penduduk di pulau komodo untuk kepentingan konservasi dan wisata premium. Relokasi ini akan berdampak buruk bagi masyarakat, diantaranya adalah hilangnya identitas kesejahteraan kultural warga, hilangnya mata pencaharian, dan berdampak buruk sosial budaya lainnya.

Sayangnya, Indonesia belum benar-benar menyoroti hewan komodo ini secara khusus. Hingga saat ini belum ada kampus mana pun yang benar-benar memperhatikan komodo secara khusus. Jika National geographic selalu membuat video dokumenter mengenai banyak hewan, maka kini saatnya kita untuk menyoroti komodo. Tidak melulu soal ekonomi, tetapi sains mengenai pulau komodo termasuk komodo itu sendiri perlu ditingkatkan kembali. Selain itu, penegakan hukum untuk para pelaku penyelundupan hewan endemic termasuk komodo perlu ditransparansi lebih baik lagi demi membuat efek jera bagi para pelaku. Hal ini perlu diperhatikan karena hingga saat ini kita tidak pernah melihat bagaimana perkembangan penegakan hukum bagi para penyelundup tersebut setelah tertangkap.

Dampak dari dibuatnya tempat wisata ini adalah perubahan bentang alam yang berdampak negatif untuk pola kehidupan komodo dan binatang endemic lainnya termasuk rantai makanan mereka. Terganggunya ekosistem dan terancam punahnya komodo dan binatang endemic yang lain. Menurut salah satu hasil riset KSP bersama Wiley, Australia menyatakan bahwa apabila kondisi perubahan iklim memburuk, maka komodo akan terancam punah pada tahun 2050. Sementara, pembangunan yang dilakukan di pulau komodo sebenarnya dapat memperburuk iklim yang ada.

Doc. Penulis

Banyak masyarakat yang sudah meletakkan hidupnya pada pariwisata yang selama ini sudah berjalan. Masyarakat pun telah bergabung dalam POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata). Namun, saat ini terjadi alih profesi dari nelayan menjadi pelaku wisata. Hal ini tidak seharusnya terjadi karena secara kultural masyarakat adalah nelayan. Perubahan ini juga mengakibatkan ketergantungan masyarakat terhadap ekonomi darat menjadi tinggi.

Kebudayaan bahari telah menjadi kultur masyarakat sedari dulu, namun karena adanya peralihan profesi, maka perlu adanya pemulihan kebudayaan bahari bagi masyarakat kepulauan TNK agar tingkat ketergantungan terhadap ekonomi darat menurun dan konflik ruang di darat akibat urusan wisaya tidak akan terjadi. Kemudian, perlunya pengakuan hak-hak masyarakat adat di TNK, dan pelestarian budaya-budaya lokal perlindungan komodo.

Doc. Penulis

Adapun sikap yang dilakukan WALHI NTT dalam menyikapi masalah ini adalah :

  1. Menolak pembangunan infrastruktur skala besar di habitat asli komodo (Rakus Lahan, Rakus Bahan Konstruksi, Rakus Air, Rakus Energi, Rakus Modal), mencabut ijin perusahaan di Kawasan TNK,
  2. Meminta Pemerintah terlebih dahulu untuk mengedepankan kepentingan sains dalam upaya konservasi dan perlindungan umum Komodo, contoh : kampus dan laboratorium riset, ahli, penghentian perburuan liar dan penyelundupan,
  3. Mengedepankan wisata kerakyatan di zona pemanfaatan dan menghentikan kebijakan pengurangan zona inti dan zona rimba menjadi zona pemanfaatan khusus, khususnya daratan,
  4. Memulihkan kebudayaan Bahari Masyarakat di Kepulauan TNK,
  5. Sarana prasarana publik yang tidak berskala besar dan pro pada upaya pelestarian Komodo.

Catatan

NTT punya sejarah kegagalan perlindungan Biodiversiti Endemik akibat EKSPLOITASI berlebihan atas nama EKONOMI, oleh karena itu pemerintah harus belajar dari sejarah tersebut.