Kepelatihan Micro Learning : Pembelajaran Case Methode Dan Team Based Project dalam Konteks Kebijakan dan Implementasi di Era Digital

Penulis : Isma Khoirunisa (1906144)
Editor : Mararosa Fitriawati

Masih dalam rangkaian Kepelatihan Micro learning hari pertama yang dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Geografi (Rabu, 08/04/2021) kepada para dosen Departemen Pendidikan Geografi. Pada kegiatan ini ditujukan untuk memberikan pelatihan kepada para dosen terkait kemampuan Micro Learning dalam rangka mendukung efektifitas dan efisiensi pembelajaran berbasis IT pada era digital. Selain itu, Micro Learning juga sangat penting untuk dikuasai para dosen untuk mengoptimalkan pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi COVID-19 saat ini.

Kepelatihan sesi pertama diisi oleh dua pemateri, yakni pemateri pertama diisi oleh Dr. Mamat Ruhimat, M.Pd. yang menyampaikan materi terkait kebijakan Smart Campus, Konten Digital Konsep dan Strategi Micro Learning. Secara garis besar beliau memaparkan bahwa di era digital ini penggunaan IT untuk diimplementasikan dalam seluruh kegiatan tridharma perguruan tinggi menjadi salah satu prioritas. Pemateri pertama diakhir dengan pernyataan bahwa peran guru ataupun dosen sebagai pendidik tidak akan pernah tergantikan oleh teknologi, teknologi dalam hal ini hanya berperan sebagai tools saja, dan micro learning sangat penting untuk diimplementasikan.

Pematerian kedua kemudian diisi oleh Dr. Ahmad Yani, M.Si.  selaku Kepala Divisi Pengembangan Kurikulum yang menyampaikan terkait Pembelajaran Case Methode dan Team Base Project dalam Konteks Kebijakan dan Implementasi di Era Digital. Sebelum lebih jauh membahas mengenai apa itu case methode dan team base project, beliau memulai pemaparan dengan menceritakan beberapa kasus mahasiswa yang memilih mata kuliah pada program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dengan mata kuliah yang tidak relevan dengan jurusan saat ini.

Asal mula adanya program MBKM yakni dengan dikeluarkannya Permendikbud No.3 Tahun 2020 yang mana didalamnya terdapat aturan bahwa Universitas harus mampu memfasilitasi mahasiswanya merasakan kemerdekaan dalam belajar dengan mengambil minimal 3 SKS di luar kampus. MBKM kemudian menjadi program yang dimulai sejak tahun 2020, yang didalamnya terdapat dua program yakni hibah perguruan tinggi dan beasiswa. Salah satu contoh dari hibah perguruan tinggi ini adalah Program Kompetensi Kampus Merdeka (PKKM) yang saat ini tengah dijalankan oleh prodi pendidikan geografi.

Indikator kerjanya program MBKM ini, yaitu para pejabat perguruan tinggi. Kinerja utamanya, yaitu semester 1-5 dosen berkegiatan di luar universitas pengembangan riset dosen, case methode, dan program terakreditasu internasional. Kemudian dilanjutkan pada semester 6-8 yaitu diisi dengan MBKM keahlian prodi.

Doc Penulis

Hasil akhir dari MBKM ini adalah mahasiswa diharuskan memiliki skill atau keahlian pada spesifikasi tertentu sehingga lulusannya mampu mendapatkan pekerjaan dan atau mampu melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tingggi. Akan tetapi, faktanya dilapangan terdapat banyak kasus dalam pengimplementasian program MBKM ini. Salah satunya adalah miskomunikasi antara mahasiswa dengan para dosen, banyak mahasiswa (khususnya prodi pendidikan geografi) yang memilih mata kuliah yang tidak relevan dengan mata kuliah  di jurusan saat ini. Hal ini sebagai cerminan bahwa masih kurang adanya pertimbangan dari mahasiswa itu sendiri dalam memilih berbagai jurusan dan mata kuliah, sehingga mata kuliah yang diambil tidak cocok dengan jurusan saat ini.

Case Methode dan Team Based Project

Doc penulis

Case Methode adalah sebuah pembelajaran partisipasif berbasis diskusi untuk memecahkan suatu kasus atau masalah. Hakikatnya Case Methode menggabungkan pembelajaran dalam kampus berupa teoritik dan di luar kampus berupa praktik. Implementasinya yakni pada setiap mata kuliah terdapat satu hingga dua pertemuan yang menggunakan Case Methode. Adapun format teori kasus menggunakan berbagai format sebagai berikut:

  1. Format Problem Base Learning. Ada yang namanya Problem Base Learning padat karya, dimana dosen menggunakan satu tutor yang diperuntukkan bagi setiap mahasiswa. Dalam pembelajarannya, antara tutor dan mahsasiswa tetap dapat bekerja bersama-sama melalui serangkaian kasus-kasus yang mesti diselesaikan solusinya.
  2. Format Debat. Format debat lebih tepat digunakan pada saat pembelajaran dengan jenis kasus yang membutuhkan berbagai argumen, mahasiswa dapat memberikan opini, tanggapan dan sanggahan antara satu sama lain dalam memecahkan suatu kasus.
  3. Format Trial. Format ini biasanya dilakukan di kelas-kelas jurusan hukum, terdapat dua pihak yang berlawanan yang diwakili oleh masing-masing pengacara.
  4. Format Riset Saintifik. Format ini menggunakan versi metode hipotesis-deduktif, menguji hipotesis dengan melakukan pengamatan dan menguji data, kemudian diakhiri dengan penarikan kesimpulan.
  5. Format Diskusi. Fromat ini sangat familiar, dilakukan dengan sederhana yakni dosen mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa. Kemudian mahasiswa menganalisis, membuat evaluasi, dan menarik kesimpulan.
  6. Format Public Hearing. Format ini merupakan pendapat umum yang disusun seperti parel mahasiswa, kemudian memperhatikan presentasi oleh kelompok lainnya.

Case Methode atau metode kasus akan lebih baik dan efektif apabila dilanjutkan dengan membuat project. Berikut penggunaan kasus dan poyek sesuai dengan fase belajar:

  1. Acquiring Knowledge. Basis yang digunakan dapat berupa Contructing knowledge, bentuknya berupa explaining dan elaborating, atau penjelasan reading, review dan diskusi.
  2. Exrending and Refining Knowledge. Berbasis case based learning ataupun analisis kasus. Bentuknya berupa comparing, klasifikasi, induktif, deduktif, analisis eror, absctracting, dan analisis perspektif.
  3. Using Knowledge. Berbasis project based learning. Bentuknya decision making dan investigation berupa defitional investigation, historical investigation, projective investigation and experimental inquiry.

Masive Open Online Course (MOOC)

MOOC adalah mata kuliah yang di publish dengan sebuah sistem yang sangat ketat. MOOC untuk full online learning, kemungkinan kedepannya akan menggunakan mixed/blended learning. Mixed/Blended Learning yaitu gabungan dari pembelajaran face to face dan online learning. Contohnya adalah 80% dilakukan secara online dan 20% lainnya dilakukan secara tatap muka. Dalam menjalankan Blended Learning ini penting untuk memahami pembelajaran sinkronus dan asinkronus.

Doc Penulis

Dalam penerapannya dalam pembelajaran, sinkronus kemudian dibagi menjadi dua bagian, yakni:

  • Sinkronus langsung, yaitu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan pada waktu yang sama dalam ruang yang sama antara dosen dan mahasiswa; dan
  • Sinkronus maya, yaitu kegaitan belajar yang dilakukan pada waktu yang bersamaan namun berada pada ruang yang berbeda. Contohnya adalah kegiatan belajar yang biasa dilakukan sehari-hari menggunakan platform

Selain itu, asinkronus juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

  • Asinkronus kolaboratif, yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan waktu dan ruang yang berbeda, dapat membahas apapun secara bersama-sama dengan siapa saja; dan
  • Asinkronus mandiri, yaitu belajar yang dilakukan dimana saja, tentang apa saja dan dilakukan sendiri atau tanpa orang lain.

Kemudian Beliau menegaskan betapa pentingnya belajar asinkronus mandiri khususnya di masa pandemi yang mana pembelajaran dalam kelas daring dinilai masih kurang efektif.

Kurikulum akan berubah secara bertahap, mulai dari bahan ajar seperti micro learning, metode (berkaitan dengan IT sinkron dan asinkron), serta evaluasi yang kemungkinannya akan berbasis IT. Selain itu, pada pemaparan materi kedua ini, beliau menyinggung sedikit tentang Kurikulum Object Base Education (OBE). Pengembangan kurikulum OBE yaitu tentang bagaimana manajemen dalam mengumpulkam bahan kajian.

Terkait kebijakan dalam menambah dan menghapus mata kuliah, di UPI sendiri mata kuliah tidak akan dihapus. Hal ini karena akan berkaitan dengan masahasiswa yang telah mengontrak dan mendapatkan nilai dari mata kuliah yang bersangkutan. Sebagai solusinya adalah mata kuliah tersebut tetap ada jejak digitalnya, akan tetapi tidak ditawarkan kepada mahasiswa. Adapun mata kuliah yang ditawarkan kepada mahasiswa adalah mata kuliah yang baru.

 

Doc Penulis

Pada pematerian kedua ini, diakhiri dengan diskusi yang sangat interaktif antara para dosen dengan narasumber. Ada dosen yang berpendapat terkait dengan implementasi PBL dan CBL menjadi sebuah keniscayaan untuk dilaksanakan oleh para dosen dalam pembelajaran, jangan sampai dosen sudah merasa melakukan pembelajaran case methode akan tetapi kenyatannya belum. Pernyataan tersebut ditanggapi oleh Dr.Ahmad Yani sekaligus menjadi penutup sesi pemateri kedua. Bahwasannya pengerjaan terkait rumusan atau buku panduan PBL dan CBL saat ini tengah dirancang. Didalamnya berupa panduan RPS yang berubah, terdapat kode bahan kajian, kemudian panduan pembelajaran sinkronus dan asinkronus.

Pada akhir pemaparan, Pak Yani menyampaikan sekaligus menegaskan kebijakan program MBKM yang dikeluarkan oleh UPI itu sendiri, yakni mahasiswa pendidikan geografi secara idealnya dapat mengambil mata kuliah sebanyak 5 semester untuk menyelesaikan mata kuliah keahlian prodi kemudian 3 semester selanjutnya dibebaskan untuk mengambil program MBKM baik itu kampus mengajar, magang merdeka maupun studi independen.

Apabila mahasiswa pendidikan geografi tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti kegiatan MBKM maka mahasiswa masih dapat mengikuti program PLSP. Untuk mendukung kemampuan mahasiswa pendidikan grografi dalam bidang pendidikan, maka mata kuliah Microteaching tidak dapat dikonversi atau secara tidak langsung mata kuliah tersebut wajib di ambil oleh setiap mahasiswa pendidikan geografi. Mahasiswa diarahkan untuk memilih mata kuliah MBKM yang sejalur dengan mata kuliah geografi, kebijakan ini sebagai upaya untuk mencegah degradasi keilmuan pedagogik dan keilmuan geografi bagi mahasiswa lulusannya.