Merekahkan Senyum Petani, dengan Wirausaha Kopi

Oleh    : Siti Hayati Zakiyah

Edit : Agus Salafudin

Bagaimanakah caranya merekahkan senyum petani dengan berwirausaha kopi?

Rabu, 22 Oktober 2019 kemarin, Thiar Bramanthia selaku founder Cerita Kopi Nusantara mengupas tuntas pertanyaan diatas dalam event Kopikustik. Kopikustik merupakan acara yang ditujukkan untuk memeriahkan atau menyambut perhelatan tahunan geografi GPS (Geografi Punya Seni). Acara yang diketuai oleh Ahmad Solahuddin (Pendidikan Geografi 2018) ini dihadiri oleh seluruh mahasiswa geografi Angkatan 2017 dan 2018 yang notabene sedang mengontrak mata kuliah kewirausahaan.

Sesi seminar kewirausahaan dibagi menjadi tiga babak; membahas sejarah kopi, peluang usaha kopi, dan kerjasama usaha. Berdasarkan penuturannya, diketahui bahwa kopi berasal dari daratan kering Ethiopia oleh seorang penggembala kambing yang mulanya mengira bahwa kambing yang ia gembalakkan terkena penyakit gila. Hal itu mengakibatkan sang penggembala membuang biji yang membuat kambing-kambing itu ‘overacting’ ke dalam api. Setelah diselidiki, ternyata biji kopilah yang menyebabkan si kambing naik aksi dan semerbak harum menguar di ruangan penggembala.

Sejarah Kopi

Negara yang berperan akan perkembangan kopi selanjutnya adalah Turki. Turki berperan dalam mengembangkan kopi seduh – karena sebelumnya hanya dikunyah. Perkembangan di Turki inilah yang pada akhirnya menyebabkan negara-negara Eropa mulai mengkonsumsi kopi, pun berpengaruh pada masa imperialisme di negara jajahan pada beberapa periode setelahnya. Di Indonesia, kopi sudah lama berkembang bahkan sebelum masa imperialisme. Dr. Snouck Hungronje adalah salah satu saksinya. Dalam penuturan Thiar, kopi sudah ternaturalisasi dengan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam pepatah Gayo, disebutkan begini: “Orom bismillah, sengkewe kunikahen ko orom kuyu wih kin walimu tanoh kin saksimu Mantalo kin saksi kalamu” yang artinya, “Dengan bismillah, sengkewe kunikahkan dikau dengan angin, air walimu, tanah saksimu, matahari saksi kalam mu”. Pada 2018, kopi ciwidey mulai mendunia. Beberapa kejuaraan di Inggris, Den Haag dan tempat-tempat lainnya mengakui bahwa Indonesia adalah penghasil kopi yang patut disaingi.

Thiar Bramanthia sedang memberikan pematerian

Menurut Thiar, berwirausaha kopi adalah solusinya. Sebagai orang Indonesia asli, mestinya kita mencintai produk lokal, sebagaimana adanya. “Ketika kita memilih untuk berwirausaha kedai kopi, bayangkan ada berapa senyum petani yang merekah karena kita berhasil menyelamatkan kualitas kopi mereka. Karena sejatinya, kopi itu digiling, bukan digunting” begitu kata beliau. Bagi Thiar, berwirausaha tidak mesti harus bermodal besar, apalagi menyewa tempat dibukanya kedai. Garasi dan teras rumah, bahkan ghost kedai juga bisa dilakukan bagi kita yang hanya punya modal pas-pasan. “Saya harap mahasiswa geografi yang sudah belajar ilmu tanah dan biogeo bisa membina petani-petani di sekitar UPI, dengan begitu lembaga pasti akan melirik. Binalah kelompok petani dari budidaya sampai market” begitulah wejangan Yakub Malik, dosen geologi Departemen Pendidikan Geografi pada akhir acara, mengapresiasi kegiatan ini.

Potret peserta yang sedang mengikuti pematerian