INSANTER-GEO 1 “Hidupku Cerminan Ibadahku”

Penulis: Muniba Kalimatul Ulya (2109776)

Editor: Graceldha Naoko Limartha (2008671)

 

Sabtu, 2 Juli 2022 merupakan hari diselenggarakannya Program Kerja dari Departemen Kerohanian BEM HMPG FPIPS UPI yaitu Pembinaan dan Pembiasaan Rohani Internal Geografi I (INSANTER-GEO I). Program ini berjalan sesuai dengan rencana, serta dilaksanakan secara tatap muka langsung yang dihadiri oleh seluruh Peserta INSANTER-GEO I, yaitu pengurus dan anggota BEM HMPG FPIPS UPI yang beragama Islam. Tema yang diangkat pada acara INSANTER-GEO I ini yaitu “Hidupku Cerminan Ibadahku”. Tema ini diambil untuk dapat membentuk karakter dan memotivasi Mahasiswa Pendidikan Geografi, khususnya para peserta INSANTER-GEO I agar menumbuhkan ketakwaan kepada Allah SWT sehingga terbiasa beribadah dalam kehidupan sehari-harinya.

INSANTER-GEO I dimulai sekitar pukul 09.00 WIB yang dibawakan oleh Staff Biro Pembinaan, Naufal Perdana Ramadhan sebagai Master of Ceremony acara ini. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Alquran oleh Muniba Kalimatul Ulya serta penyambutan kepada para peserta oleh Penanggung Jawab Program INSANTER-GEO I, Vina Vadilah dan Ketua BEM HMPG FPIPS UPI Periode 2022-2023, Hafshah Apriliyan. Kemudian dilanjutkan pada acara inti, yakni sesi diskusi yang dibawakan oleh anggota DPM Fisika UPI sekaligus seorang mahasiswa Program Studi Fisika angkatan 2019 yaitu Shiddiq Kalamurrahman sebagai Pemantik sesi diskusi acara ini.

Doc. Penulis

Pada INSANTER-GEO I ini, Pemantik menyampaikan, dalam hidup seorang manusia bergerak berdasarkan kesadaran. Sumber kesadarannya berdasarkan pada keyakinan dalam dirinya. Dalam kehidupan mesti ada refleksi yang didasarkan pada keyakinan. Ibadah ‘hadir’ sebagai cermin bagaimana manusia bersikap dalam menjalani kehidupannya. Dalam beribadah, manusia membutuhkan ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat dan haruslah utuh memahaminya. Agar ibadahnya benar dan diterima Allah SWT maka harus sesuai ilmu yang dipahami dan apa yang Allah perintahkan, tidak asal-asalan dan tidak ikut-ikutan.

Ibadah dari segi bahasa terdiri dari tiga huruf, yaitu alif, ba, dan dal yang berarti penghambaan. Subjek yang melakukan ibadah disebut abid yang berarti hamba yaitu manusia. Objek yang diibadahi disebut al-ma’bud yang berarti “yang diibadahi” yaitu Allah SWT. Jadi, ibadah adalah ‘pekerjaan’ seorang hamba (manusia) kepada objek yang diibadahinya, yaitu Allah SWT.

Dalam quran surat Albaqarah (surat ke-2) ayat 21, Allah menciptakan manusia hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Identitas manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, maka sudah seharusnya beribadah kepada Allah. Allah Yang Maha Menciptakan dan Maha Mengetahui apa yang yang dibutuhkan makhluk ciptaan-Nya. Ibadah sebagai wujud penghambaan dan rasa terima kasih seorang hamba, yakni manusia kepada penciptanya, Allah SWT. Itulah mengapa manusia harus beribadah kepada Allah SWT. Karena manusia adalah makhluk ciptaan Allah maka manusia wajib beribadah kepada Allah SWT.

Makhluk ciptaan Allah tidak hanya manusia, hewan pun beribadah kepada Allah. Yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya yaitu pada akal. Hewan dan makhluk lain Allah lainnya seperti malaikat dan lain-lain diciptakan tanpa diberi akal. Makhluk lain beribadah tanpa ada penolakan karena tidak diberi akal.

Manusia yang menggunakan akalnya sesuai dengan apa yang Allah perintahkan, yaitu untuk beribadah, itulah makhluk yang sebaik-baiknya. Allah memberikan manusia 2 pilihan, hidup mulia atau hina. Manusia yang menggunakan akalnya untuk beribadahlah yang hidupnya mulia. Hal tersebut terdapat dalam firman Allah SWT, quran surat At Tin (surat ke-95) ayat 4 dan quran surat Al Fajr (surat ke-89).

Ibadah yaitu melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan Allah SWT. Jika sebaliknya, disebut maksiat. Seorang muslim sudah seharusnya melakukan segala aktivitas dengan niat ibadah kepada Allah. Jika tidak diniatkan ibadah maka artinya maksiat.

Ibadah tak lepas dari syariat. Syariat sebagai petunjuk bagi manusia dalam beribadah. Dalam syariat terdapat syarat syah. Syarat sah inilah yang menjadi ‘kunci’ agar ibadah seorang manusia diterima Allah SWT. Syarat syah yang pertama, beragama Islam. Seseorang sudah memeluk agama Islam dan siap melaksanakan aturan Allah. Orang yang sudah memeluk agama Islam disebut muslim. Kedua, baligh (sampai). Maksudnya, sudah sampai ilmunya. Seseorang sudah dapat ilmunya dan memahami ilmu bagaimana beribadah itu. Adapun menurut fisiologis, ukuran baligh bagi laki-laki yaitu sudah mengalami ‘mimpi basah’, sedangkan bagi perempuan yaitu ‘haid’. Ketiga, berakal/sadar. Seseorang harus dalam keadaan sadar ketika sedang beribadah kepada Allah SWT, tidak hilang akal atau gila. Keempat, sesuai waktunya. Contohnya, shaum Ramadan. Dilaksanakan hanya pada bulan Ramadan, tidak dilaksanakan di bulan selain Ramadan.

Sikap makhluk (yang diciptakan) kepada kholiqnya (penciptanya) disebut “akhlak”. Ibadah merupakan akhlak seorang hamba kepada kholiqnya (penciptanya). Akidah (keyakinan) islami akan menghasilkan akhlak yang baik dan benar. Dapat diibaratkan sebuah pohon. Akidah sebagai akar yang berfungsi ‘menutrisi’. Syariat yang akan menyalurkan nutrisi pada bagian tubuh pohon lainnya. Dan buah adalah akhlak seseorang. Akidah yang benar akan menghasilkan akhlak yang baik dan benar pula.

Ibadah adalah penghambaan kepada Allah yang wajib dilaksanakan karena identitas kita sebagai makhluk ciptaan Allah. Akidah yang ditanam akan mencerminkan ibadah dan akhlak seseorang. Hidup kita mencerminkan ibadah kita.

Setelah sesi diskusi selesai, dilanjutkan dengan dzikir dan doa bersama yang dipimpin oleh Ketua Biro Pembinaan Departemen Kerohanian BEM HMPG FPIPS UPI, Hasbul Wafi. Kemudian memasuki acara terakhir, yaitu sesi foto bersama.

Doc. Penulis